Jurus “Tangkas” HC Menghadapi Industri 4.0

Haii HC….Jika Anda ditanya, lebih senang mana, membicarakan masa lalu atau masa depan? Sepertinya orang yang optimis dan mempersiapkan diri akan jauh lebih senang membicarakan masa depan. Kali ini kita akan bicara mengenai masa depan, masa depan siapa? Masa depan kita sebagai para praktisi HR. Mengapa harus dibahas? Contohnya, temen saya punya mimpi menjadikan Departemen HC nya dari 150 orang menjadi tinggal 10-20 orang. Sisanya kemana Pak?

Nah itulah yang harus kita tanyakan di masa depan. Nanti kita orang HR ini mau ngapain? Kalo semua kerjaan HR digantikan Chat Bot, AI, Psikotes Online, Training konvensional yang mulai kehilangan makna dan digantikan dengan Learning Platform, dan para konsultan legal sudah bisa diakses secara online dan free, dan akhirnya HR mendisrupsi dirinya sendiri, boleh jadi setiap perusahaan hanya butuh 1 – 2 orang HR. Kok bisa?

Awalnya saya juga mengajukan pertanyaan yang sama, saking penasarannya, saya mencoba menggalinya dan sharing dengan salah satu praktisi HC perusahaan terkemuka di Indonesia, namanya bapak Nana Hari. Artikel kali ini akan membahas sharing pak Nana tentang jurus tangkas dan masa depan HC di era Industry 4.0. Yuk kita simak sharingnya…

Klaus Schwab, Founder and Executive Chairman dari World Economic Forum (WEF) dalam bukunya “The Fourth Industrial Revolution” lebih menekankan pada pengembangan teknologi mutakhir. Schwab mendeskripsikan ketiga revolusi industri sebelumnya dengan perkembangan transportasi dan mesin industri terjadi di akhir abad ke-18 pada tahap pertama. Revolusi kedua ditandai dengan penemuan tenaga listrik dan motor, yang memunculkan mobil, pesawat dan, telepon di akhir abad ke-19. Sedangkan revolusi ketiga ditandai dengan kemunculan dunia digital dan komputer di tahun 1960-an.

Nah, revolusi industri teknologi keempat ditandai dengan adanya perpaduan yang dinamakan cyber-physical system. Munculnya internet of things dan internet of system yang memberi dampak pada semua aspek kehidupan, dan khususnya pada aspek ekonomi dan industri.

Di era revolusi industri 4.0 tersebut, ‘Agile’ menjadi kata yang sering kita dengar akhir-akhir ini. Agile yang berarti tangkas, gesit, lincah adalah satu pola pikir dan kebiasaan, yang berisi tiga poin utama yakni: indentifikasi masalah dan/atau peluang, tindak lanjut, dan melakukan keduanya secara berulang-ulang dengan periode yang singkat.

Agile atau kelincahan, pada saat ini bukan menjadi terminologi untuk teknologi saja, namun telah memasuki fungsi lain, mulai dari pengembangan produk, pemasaran, kesehatan hingga pendidikan. Secara bertahap, kelincahan ini berdampak pada banyak proses bisnis di perusahaan, bahkan sudah masuk ke proses utama operasi perusahaan.

Lalu apa hubungannya dengan Human Capital Management? Sebagai bagian dari struktur organisasi dalam bisnis, tentu HC tidak lepas dari terpaan gelombang ini. Bahkan menurut Dave Ulrich dari 6 kompetensi HR masa depan salah satunya adalah HR Harus memiliki kompetensi HR Sebagai Technology Proponent.

Berdasarkan survei Deloitte’s 2017 Global Human Capital Report, sebanyak 87% perusahaan di Amerika Serikat kini lebih mempersiapkan diri untuk masa depan dan menganggap hal ini sebagai hal penting. 79% para eksekutif global bahkan menganggap Performance Management yang lincah menjadi prioritas utama. Begitu pula dengan penelitian PWC mengenai kekhawatiran para CEO untuk mendapatkan talent dengan skill yang sesuai meningkat tajam, 73% lebih mengkhawatirkan hal ini di masa depan, 81% CEO mengharapkan skill yang lebih variatif ketika merekrut talent dan 71% dari CEO tersebut sudah aktif mencari talent dari luar daerah geografis mereka. Again, the world is flat!

HC sudah mulai dituntut untuk menjadi lebih lincah, dan mengubah cara organisasi melakukan proses merekrut sampai dengan mempersiapkan orang pensiun untuk menghadapi revolusi tersebut. Tempat kerja kita hari ini jauh berbeda dengan satu dekade yang lalu. Komposisi generasi di dalam suatu organisasi juga sudah berubah, pertumbuhan kemampuan teknologi saat ini, kemudahan membuat program komputer untuk menyederhanakan proses bisnis yang berkembang pesat, peningkatan cloud computing yang eksponensial, dan konektivitas yang terus berkembang, mengubah cara kita dalam bekerja. Pertanyaannya, apakah HC diperusahaan kita sudah lincah saat ini? Atau masih terkesan kaku dan administrative? Lalu bagaimana nasibnya di masa mendatang?

Saat ini, transformasi HC terjadi secara menyeluruh berbeda dengan masa sebelumnya. Mengapa? Karena inovasi yang cepat sudah menjadi keharusan strategis bagi sebagian besar perusahaan. Perusahaan-perusahaan rintisan (start-up) tumbuh dengan cepat dan mendisrupsi cara kerja lama dan cara ini ditiru oleh perusahaan-perusahaan yang lebih dulu berdiri dengan cara meniru praktik lincah mereka dalam mengelola proyek, inspirasi, kebutuhan dan ‘pain’ konsumen mereka terjemahkan dengan cepat, kemudian dibuat prototype-nya dengan cepat pula, umpan balik berulang, keputusan berbasis tim, dan “sprint” yang berpusat pada tugas.

Fase evolusi HC dari Dave Ulrich, melalui konsep HC Outside In nya membawa pada tahap bagian Human Capital Department harus mulai menyadari bahwa konsumen mempunyai kontribusi penting dalam menetapkan proses dan value yang harus dijalankan di suatu perusahaan. Konsep tersebut menggeser anggapan bahwa konsumen utama HC Departemen adalah karyawan. Fase ini sejalan dengan adanya Industrial Revolution 4.0 dimana teknologi mulai mengubah Human Capital Department dalam memenuhi harapan konsumen baik internal maupun eksternal terhadap perusahaan. Hal ini akan menjadi dasar bagi Human Capital Department dalam mengelola karyawan kedepannya.

Recruitment

Beberapa waktu yang lalu, proses merekrut karyawan membutuhkan waktu yang panjang dan melibatkan banyak pihak, sekarang sudah mulai tergantikan oleh teknologi yang bisa kita sebut JFA (Job Fit Assessment). JFA ini bisa meningkatkan efisiensi dan efektifitas rekrutmen. ATS atau applicant tracking system juga meningkatkan efisiensi dan efektifitas rekrutmen. Dengan tools ini, recruiter akan mudah untuk memantau proses setiap tahap rekrutmen. Talent Search Recruitment sebuah perusahaan agency dan headhunter sedang membangun kecerdasan buatan (AI) ke dalam sistemnya, yang dapat meningkatkan efisiensi dan memudahkan recruiter untuk menemukan kandidat sesuai dengan kebutuhan spesifik setiap perusahaan.

Personnel Administration

Beberapa perusahaan juga mulai menggunakan teknologi Chatbot, menggunakan Artificial Intelligence (AI) dan NLP (Natural Language Processing) engine powers yang digunakan di bagian HR, menggantikan hal hal yang sifatnya standard dan rutin seperti chatbot yang diberi nama Bella di BFI Finance. Karyawan BFI bisa berinteraksi secara live dengan BELLA untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Di WIKA ada yang disebut WeCare (WIKA Electronic Care) yang merupakan bagian dari EAP (Employee Assistant Program). Melalui aplikasi tersebut, karyawan bisa melakukan curhat terkait pekerjaan ataupun pribadi. Di sana WIKA bahkan merekrut psikolog profesional sebagai konsultan untuk membantu. Dalam hal ini, curhat-curhat bisa bersifat konfidensial. Di bagian training juga sedang berkembang blended learning dan elearning yang memudahkan karyawan untuk mengakses kapan saja dan dimana saja hampir semua konten pembelajaran yang mereka butuhkan.

Performance Management

Selain praktek praktek Human Capital mulai menggantikan hal hal yg sifatnya rutin dan standard ini dengan teknologi, paradigma Human Capital harus lincah ini juga sudah sangat dinatikan para pemangku kepentingan. Dalam survei Deloitte tahun 2017, 79% eksekutif global menilai manajemen kinerja yang ‘Agile’ sudah menjadi prioritas utama organisasi.

Di beberapa perusahaan mulai tangkas dalam memetakan kinerja karyawannya, real time feedback seperti Aplikasi Happy5, sekarang ini mulai lazim digunakan. Happy5, aplikasi dimana seorang karyawan bisa mengungkapkan mood nya dan program yang bisa membantu performance manajemen berkelanjutan.

Learning and Development

Kelincahan dalam dunia training and development terlihat selangkah lebih maju. Pembelajaran jarak jauh dengan e-Learning sudah dikembangkan beberapa tahun yang lalu. Learning Management System (LMS) dahulu digunakan sebagai platform dan format pembelajaran yang pada dasarnya adalah katalog Game based learning juga sudah mulai di adopsi oleh banyak perusahaan akhir akhir ini.

Platform dan aplikasi self-learning sudah semakin banyak ditemui, begitu pula dengan pembelajaran menggunakan game (Game Based Learning), learning menggunakan Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR).

Menurut penelitian oleh elearningindustry.com, 22 miliar video ditonton setiap hari, di seluruh dunia. Gartner mengatakan bahwa pada akhir 2018, 75% karyawan di organisasi besar berinteraksi dengan berbagai jenis video setidaknya tiga kali sehari. Perubahan dari strategi eLearning tradisional ke strategi mobile telah berlangsung cukup lama. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa organisasi mencoba yang terbaik untuk memanfaatkan kecanduan ponsel rata-rata anak milennial. Konten yang disajikan untuk target tertentu dalam waktu singkat untuk pembelajaran mikro lebih disukai dalam format video. Ini tidak hanya mudah disampaikan di ponsel, tetapi pemirsa menyimpan 95% pesan ketika mereka menontonnya dalam video, dibandingkan dengan 10% saat membacanya dalam format teks. Untuk memenuhi rentang perhatian yang pendek para pembelajar modern, beberapa tahun ke depan penggunaan video animasi pendek, video penjelajah, animasi papan tulis, dan video interaktif akan meningkat terus.

Sebuah studi oleh Adobe menunjukkan bahwa video interaktif berdampak pada pembelajaran 10 kali lebih banyak daripada video klasik. Pendekatan ini menggabungkan interaksi (sesuai dengan interaksi pembelajaran dari kursus eLearning) untuk menciptakan pengalaman belajar yang berdampak tinggi. Ini juga dapat digunakan sebagai dukungan untuk Instructor Led Training (ILT) atau Virtual Instructor Led Training (VILTs). Baru-baru ini, Netflix’s Bandersnatch mengambil video interaktif dalam rangka memenuhi pilihan pengguna. Ketika diterapkan pada simulasi bisnis atau pelatihan soft skill, video interaktif tidak hanya dapat meningkatkan retensi pemirsa, tetapi juga meningkatkan interaktivitas. Video seperti ini juga dapat dibuat dan dilacak di Learning Management System (LMS).

Nah itu dia sebagian kecil perkembangan dunia HC sebagai dampak langsung dari perkembangan teknologi yang eksponensial di Industri 4.0. Kenapa baru sebagian kecil, karena tentunya masih banyak lagi perkembangan yang harus kita ikuti dan pastinya jangan sekali berfikir untuk sekedar jadi penonton. Saatnya kita para praktisi HC melihat jauh ke depan dan align dengan tantangan bisnis.

Sekali lagi, dunia sudah berubah dan gelombang itu pasti datang, sebentar lagi. Sudah “Tangkaskah” Dept HC Anda? Waspadalah!!!

1 Comment

  • […] Saat ini, di era disrupsi, sistem tidak lepas dari tool-set kekinian yang berwujud platform maupun aplikasi. Penggunaan platform-platform recruitment, learning, talent management, feedback system, bahkan kepersonaliaan sudah tidak bisa dihindari. SOP-SOP berwujud fisik kurang begitu diminati, proses pengurusan administrasi karyawan manual, penilaian kinerja yang usang sudah tidak dilirik. Departemen HC harus meninjau ulang sistem-sistem yang diterapkan di dalam perusahaan saat ini agar mampu menjawab tantangan tuntutan agile-nya. Sudah agile-kah HC Anda? […]

Leave a Reply

See our gallery
Ingin mendapatkan sharing pengalaman kami saat menaikkan kinerja perusahaan 3 kali lipat melalui HR Transformation?

Consult for Free?

Open Chat
1
Ingin bertanya dan berkonsultasi tentang cara meningkatkan kinerja tim di perusahaan Anda?